Laman

Sabtu, 12 Februari 2011

Pemkab Tetap Bantu Nelayan Tangkap dan Pembudidaya Rumput Laut


BA’A, WARTA SELATAN – Walaupun hasil produksi para pembudidaya rumput laut dan nelayan tangkap di kabupaten Rote Ndao masih belum pulih seperti sebelum terjadinya pencemaran laut akibat kebocoran kilang minyak lepas pantai milik PTTEP Australasia, Australia, namun pemerintah kabupaten (Pemkab) Rote Ndao tetap memberikan perhatian untuk mendorong para pembudidaya dan nelayan tangkap tetap berusaha.

Demikian disampaikan Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan kabupaten Rote Ndao, Jacob Doek, S.Pi ketika dikonfirmasi melalui telepon selularnya, Sabtu (12/2) siang.

Menurut Jacob Doek, Pemkab Rote Ndao melalui Dinas Kelautan dan Perikanan memberikan perhatian serius dalam bentuk program bantuan sarana tangkap berupa pukat bagi nelayan tangkap dan ketinting, tali rafia serta bibit bagi pembudidaya rumput laut.

“Pemerintah Rote Ndao tetap berupaya membantu para nelayan tangkap dan pembudidaya rumput lalut agar bisa tetap berusaha, sebab memang sejak pencemaran terjadi 2009 lalu produksi rumput laut anjlok dan hasil tangkapan juga mengalami penurunan,” aku Doek.

Dalam hal pemberian bantuan yang dilakukan oleh Pemkab Rote Ndao tersebut, pemerintah pusat melalui Kementerian PDT juga medukung Pemkab Rote Ndao dengan sarana tangkap dan peralatan budidaya rumput laut.

Dikatakan, selain bantuan pukat, tali rafia, ketinting dan bibit tersebut, pihaknya juga memberikan semacam penyuluhan mengenai manajemen usaha serta pengetahuan tambahan soal iklim. Hal ini dimaksudkan agar para nelayan dan pembudidaya dapat memahami benar kondisi iklim dan merencanakan usaha mereka dengan baik.

“Memang mereka perlu dibekali dengan manajemen usaha dan informasi iklim, sebab terkadang para pembudidaya yang hanya mengandalkan kebiasaan. Contohnya mereka biasanya tanam 100 tali, walaupun kondisi laut tidak memungkinkan seperti musim Barat mereka tetap tanam 100 tali. Seharusnya dengan kondisi sedemikian tidak usah tanam terlalu banyak...sehingga tidak begitu rugi kalau dihantam gelombang pasang,” ujar Doek.

Doek menganjurkan kepada para pembudidaya rumput laut agar memperhatikan secara baik kondisi perairan dan tidak memaksakan menanam kalau kondisinya masih belum memungkinkan. Sebab rumput laut paling baik ditanam sekitar akhir bulan Maret atau bulan April.

“Sekarang ini memang ada beberapa desa pesisir pantai Selatan Rote Ndao seperti Oeseli, Oebou, Kuli dan Oeledo hasil rumput lautnya sudah mulai baik, sementara wilayah pantai Utara rata-rata belum bisa untuk dilaukan penanaman sebab musim Barat masih berlangsung, kata dia.

Sebelumnya diberitakan, Yudi Wahyudin salah seorang anggota tim nasional pencemaran Laut Timor pencemaran Laut Timor nasional dari Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan (PKSPL) Institut Pertanian Bogor, Yudi Wahyudin kepada koran ini di Ba’a, Sabtu (5/2), mengatakan dari hasil pengamatan yang dilakukan tim secara repeat, serta dialog dengan masyarakat pesisir Rote Ndao selama Jumat (4/2) dan Sabtu (5/2), kenyataannya produksi para nelayan budidaya rumput laut masih dalam kondisi stagnan, sementara produktifitas nelayan tangkap pun masih jauh dibawah kondisi saat sebelum terjadinya pencemaran.

Sementara untuk nelayan tangkap, kondisinya kalau dahulunya mereka melakukan penangkapan di areal tangkap yang dekat saja hasilnya sudah cukup lumayan, tapi akibat pencemaran, mereka harus ke areal yang lebih jauh. Hal ini tentunya harus ada tambahan bahan bakar dan biaya lain-lain lagi, sementara hasilnya masih belum tentu.

“Kami sampaikan kepada para nelayan budidaya dan tangkap yang ada di Rote mulai dari Nemberala sampai Mulut Gurita bahwa pemerintah pusat akan lakukan yang terbaik bagi masyarakat. Namun harus dapat dimaklumi bahwa klaim ganti rugi ini tidak semudah yang kita pikirkan dan tidak secepat yang kita bayangkan. Dan, hampir semua dari mereka dapat memaklumi kondisi yang kami sampaikan bahwa negosiasi sementara berlangsung dan pasti akan ada hasilnya,” ujar peneliti IPB ini. (fj)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar