Laman

Selasa, 01 Februari 2011

Kasus Diare di Desa Nuse Murni Wabah, Tidak Terkait Konsumsi Beus



BA’A, WARTA SELATAN – Kasus diare (muntaber,red) di desa Nuse, Kecamatan Rote Barat yang terjadi bulan Desember 2010 (bukan bukan November) murni wabah, dan tidak terkait soal warga mengkonsumsi BEUS. Akan tetapi penyebabnya adalah dan virus bakteri, akibat kurang terjaganya sanitasi lingkungan serta perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) warga setempat.

Hal ini disampaikan Kepala Dinas (Kadis) Kesehatan kabupate Rote Ndao, Dra. Emeliana Seran-Salean, M.Kes melalui Kepala Seksi Surveilens dan Epidemiologi, Mat Poy saat ditemui di kantornya, Selasa (1/2) siang.

Menurut Poy, atas laporan masyarakat setempat bahwa terjadi kejadian luar biasa diare, Minggu (26/12/2010), Bupati Rote Ndao, Drs. Leonard Haning, MM memerintahkan Dinas Kesehatan dan Dinas Sosial turun langsung ke Nuse pada Senin (27/12/2010) lalu.

Dikatakan, Dinas Kesehatan sendiri saat itu menurunkan tim medis dari Puskesmas Busalangga, Delha dan Puskesmas Ndao lengkap dengan obat-obatan untuk menangani wabah diare yang terjadi. Sementara Dinas Sosial membawa bantuan beras sebanyak 500 kilogram untuk membantu warga desa Nuse yang ditimpa masalah tersebut.

Pada kesempatan itu, kata Poy, petugas dinas kesehatan melakukan survey dan observasi soal penyebab wabah diare itu, selama lima hari dari tanggal 27 Desember hingga 31 Desember 2010. Sedangkan petugas medis dari Puskesmas Busalangga, Delha dan Ndao membuka posko dan mengadakan pelayanan kesehatan bagi warga Nuse.

Dari hasil observasi lapangan, dimana petugas melakukan wawancara dengan masyarakat, kepala dusun dan ketua RT, dapat disimpulkan bahwa penyebab terjadinya wabah diare di desa Nuse tersebut, karena sanitasi lingkungan yang kurang bersih ditambah dengan kuranganya perhatian warga dalam menjaga perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS).

Hal ini, kata Mat Poy, dapat dibuktikan oleh pihaknya yang pada saat terjadi wabah melakukan survey dan observasi di desa Nuse. Sesuai data yang ada, dari 95 kepala keluarga (KK) pemilik rumah yang ada di desa Nuse, hanya 27 rumah yang memiliki jamban. Sisanya 68 KK tidak mempunyai jamban sehingga buang air besar (BAB) pada tempat yang tidak semestinya. Faktor lainnya kurang tersedianya air bersih untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari warga disana. Di Nuse hanya terdapat 7 buah sumur gali yang airnya payau serta 8 buah bak penampung air hujan bantuan Unicef.

Kondisi sanitasi seperti itu, tambah dia, masih diperparah kuranganya perhatian warga Nuse dalam menjaga perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) seperti air harus dimasak sebelum diminum, cuci tangan sebelum makan, BAB di sembarang tempat, dan lain sebagainya.

“Kami tidak membahas rawan pangan ya...tetapi secara medik diare itu penyakit menular yang penyebabnya adalah virus dan bakteri. Jadi jika ada salah satu warga terserang diare ditunjang dengan perilaku hidup yang tidak bersih dan sehat maka sudah pasti diare mewabah di daerah tersebut. Sehingga kalau ada yang mengatakan wabah muntaber tersebut penyebabnya adalah terlampau banyak mengkonsumsi buah BEUS, maka kami baru mendengar hal itu. Sebab saat melakukan observasi selama lima hari di sana pun tidak ada warga yang mengatakan hal seperti itu,” ujar Mat Poy.

Ditambahkan, dari pelayanan medis yang dilakukan oleh petugas Puskesmas Busalangga, Delha dan Ndao, hanya terjadi 20 kasus diare, diantaranya satu bocah berumur 1 tahun 3 bulan meninggal, namun penyebabnya murni bukan diare saja tetapi sudah komplikasi. Pasien tersebut tercatat riwayat penyakitnya secara jelas di Puskesmas Ndao karena pernah berobat di sana tanggal 9 November 2010. Sementara dari pelayanan kesehatan selama di Nuse, tercatat penyakit yang paling banyak diderita adalah Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA).

Sebelumnya diberitakan, akibat mengalami rawan pangan, warga Desa Nuse mengkonsumsi buah BEUS (nama lokal, red) untuk buah dari sejenis pohon bakau, sebagai pengganti beras sejak musim hujan November 2010 lalu.

Menurut Ketua Majelis Jemaat Patmos desa Nuse, Pdt. Sepri Haan, S.Th kepada wartawan di Ba'a, Senin (31/1) siang, warga desa Nuse terpaksa harus mengkunsumsi buah BEUS sebagai pengganti makanan utama (beras). Hal ini dikarenakan selama musim hujan warga di desa tersebut yang 97 persen hidup sebagai nelayan, tidak bisa melaut karena cuaca buruk. Akibatnya mereka tidak ada penghasilan.

Sepri Haan yang saat itu didampingi rekannya dari Litbang Klasis Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT) Rote Barat Laut, dan Pdt. Iswardi Lay, S.Th, menjelaskan bahwa sesuai pentauan pihak Klasis RBL di Nuse beberapa waktu lalu, warga Nuse mengatakan, selama musim hujan mereka tidak bisa melaut karena cuaca buruk. Dan, karena tidak melaut itu sehingga tidak ada penghasilan baik sebagai nelayan tangkap maupun dari hasil budi daya rumput laut sebab sudah dua tahun terakhir mengalami gagal tanam dan panen.

Dikatakan, bulan November 2010 lalu di Nuse terjadi wabah muntaber, hal ini sebenarnya penyebabnya adalah terlampau banyak mengkonsumsi buah BEUS. Bagi warga Nuse makan buah buah tersebut sudah biasa, namun akibat rawan pangan sehingga tiap hari makan BEUS itulah maka mereka terserang muntaber.

“Buah tersebut biasa dimakan sebagai makanan selingan warga Nuse. Namun buah itu harus direbus beberapa kali sampai lendirnya hilang baru diolah dengan santan menjadi seperti bubur dan dimakan. Karena makan santan terus sehingga warga, terutama anak-anak rentan terhadap muntaber,” ujar dia. (fj)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar