Laman

Selasa, 18 Januari 2011

Orageru Hanya Menyarankan, Tidak Memerintahkan PPK



BA’A, WARTA SELATAN – Setelah ditunda Senin (10/1) lalu, sidang kasus korupsi proyek pengadaan alat sterilisasi kontrasepsi Dinas KKB Kabupaten Rote Ndao tahun anggaran (TA) 2008, dengan terdakwa mantan Kadis KKB Kabupaten Rote Ndao, Drs Agustinus Orageru kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Rote Ndao, Senin (17/1) siang.

Sidang tersebut dipimpin langsung Ketua Pengadilan Negeri (PN) Rote Ndao, Lutfi, SH sebagai Ketua Mejelis, didampingi hakim anggota, Johanis Dairo Malo SH MH dan Nitanel Ndaumanu, SH. Sementara duduk di kursi Jaksa Penuntut Umum (JPU) adalah Eddy Wansen, SH dan Jati Insan Pramujayanto, SH. Sedangkan terdakwa Drs Agustinus Orageru didampingi penasihat hukumnya, Johanes D Rihi, SH dan Lorens Mega Man, SH.

Saksi Musa Taher, SP sebagai pejabat pembuat komitmen (PPK) yang dihadirkan JPU, menjelaskan, pelaksanaan proyek pengadaan alat sterilisasi kontrasepsi Dinas KKB Kabupaten Rote Ndao tahun anggaran (TA) 2008, dilaksanakan oleh rekanan CV Anugerah Timor Mandiri selaku pemenang tender. Sesuai kontrak, jangka waktu pelaksanaan proyek dimulai tanggal 15 September 2008 sampai dengan tanggal 16 Desember 2008.

Namun hingga tanggal 5 Desember 2008 alat sterilisasi kontrasepsi yang sampai ke Rote Ndao belum lengkap. Sehingga kemudian dirinya bersama Direktur CV Anugerah Timor Mandiri kemudian meminta panitia provisional hand over (PHO), untuk menandatangani berita acara (BA) PHO agar dana proyek bisa dicairkan seratus persen. Permintaan tersebut ditolak panitia PHO karena terdapat kekurangan alat sterilisasi kontrasepsi doublle rack.

Karena penolakan tersebut, dirinya menghubungi terdakwa Drs Agustinus Orageru selaku pimpinan dinas KKB sekaligus kuasa pengguna anggaran (KPA) melalui telepon genggam untuk meminta petunjuk arahan lebih lanjut. Setelah mendapat petunjuk dari Agustinus Orageru, Musa Taher kemudian meminta panitia provisional hand over (PHO) membuat dan menandatangani berita acara PHO supaya dana proyek bisa dicairkan seratus persen walaupun barang belum lengkap. Hal ini merupakan kebijakan yang ditempuh agar dana proyek dapat dicairkan dan tidak hangus, sesuai petunjuk dan arahan atasannya itu.

Masih menurut Musa Taher, dalam kondisi panitia PHO tidak mau menandatangani BA PHO tersebut, salah seorang panitia PHO, Jermias Panie, menyarankan kepada dirinya agar membuat surat pernyataan bahwa dana proyek yang dicairkan dititipkan pada rekening dinas dan baru diserahkan kepada kontraktor setelah kontraktor menyelesaikan kewajibannya dalam pelaksanaan proyek pengadaan alat sterilisasi kontrasepsi (melengkapi barangnya, red). Jika ada pernyataan seperti itu maka panitia PHO dapat menandatangani BA PHO sehingga dana proyek tidak hangus karena tidak terserap.

Lanjut dia, usulan panitia PHO itu pun dilaksanakan. Dibuatlah Surat pernyataan sebanyak dua kali yakni tanggal 5 Desember dan tanggal 12 Desember 2008, yang isinya bahwa dana proyek yang dicairkan dititipkan pada rekening dinas dan baru diserahkan kepada kontraktor setelah kontraktor menyelesaikan kewajibannya dalam pelaksanaan proyek pengadaan alat sterilisasi kontrasepsi (melengkapi barangnya, red). Selain itu pihak kontraktor memberikan sertifikat tanahnya sebagai jaminan. Setelah panitia PHO menandatangani berita acara PHO.

Namun kemudian pencairan dana proyek dilakukan, dan diserahkan kepada rekanan CV Anugerah Timor Mandiri, kata Musa Taher, adalah dengan tujuan agar kontraktor segera menyelesaikan pekerjaan pengadaan alat sterilisasi kontrasepsi sesuai kontrak yang ada.

Musa Taher juga menjelaskan, panitia PHO dibentuk oleh pejabat pembuat komitmen (PPK). PPK bertanggung jawab terhadap pengelolaan proyek tersebut. Dan, mengenai apakah ada intervensi dari atasan saat dilakukan proses tender proyek sampai ditetapkannya CV Anugerah Timor Mandiri sebagai pemenang tender, Musa Taher katakan tidak pernah ada intervensi dari pimpinannya selaku KPA Dinas KKB Kabupaten Rote Ndao saat itu.

Sementara Penasehat Hukum (PH) terdakwa Drs. Agustinus Orageru dari Johanes D Rihi, SH Kantor Advokat Johanes D Rihi, SH-Lorens Mega Man, SH & Rekan, mempertanyakan pernyataan saksi Musa Taher yang mengatakan menelpon terdakwa Agustinus Orageru untuk meminta “petunjuk dan arahan” dari atasannya itu. Menurut John Rihi, penjelasan saksi tersebut seolah oleh petunjuk dan arahan mengandung makna “perintah” dari atasan.

Padahal, menurut John Rihi, petunjuk dan arahan yang disampaikan kliennya adalah sebuah “saran” bukan “perintah”. Dikatakan, saran itu bisa dilaksanakan dan bisa juga tidak dilaksanakan. “Jadi kliennya tidak pernah memerintahkan PPK agar dibuat berita acara PHO dan panitia PHO menandatangani berita acara untuk mencairkan seratus persen dana proyek tersebut. Saran klien kami (terdakwa, red) itu jelas-jelas telah salah diterjemahkan PPK sebagai perintah atasan yang kemudian disampaikan PPK kepada para panitia PHO,” ujar Johanes Rihi.
John Rihi juga menyatakan mengenai kerugian negara yang ditimbulkan dalam perkara ini. Menurut dia, tidak ada kerugian negara sebab pengembalian dana sebesar Rp. 214.400.000,00 telah disetor ke kas daerah pada tanggal 1 Juni 2010. Sementara penahanan terhadap tersangka Munawar Lutfi baru dilakukan pada tanggal 10 Juni 2010, sehingga bisa ditafsirkan kasus ini ditingkatkan ke tahap penyidikan oleh penyidik Polres Rote Ndao baru setelah pengembalian kerugian negara yang disetorkan ke kas daerah tersebut.

Selain saksi Musa Teher, SP, sidang kasus korupsi dengan terdakwa Drs Agustinus Orageru ini juga menghadirkan saksi Ir Munawar Lutfi selaku Direktur CV Anugerah Timor Mandiri.

Dalam penjelasannya di depan majelis hakim, Munawar Lutfi membenarkan proses penolakan untuk tandatangani BA PHO hingga ditempuh solusi membuat surat pernyataan, hingga panitia PHO menandatangani BA PHO.

Hanya saja, menyangkut permohonan pencairan dana 100 persen, dirinya sebenarnya tidak mau mencairkan dana tahap kedua (70 persen, red) karena dirinya merasa belum dapat melaksanakan pengadaan alat sterilisasi kontrasepsi tersebut. Hanya saja menurut PPK seberapa barang yang ada diserahkan saja, lalu diperiksa oleh panitia PHO sehingga dananya tidak hangus.

Menurut Munawar Lutfi, dalam perjalanan pelaksaan proyek tersebut, terjadi kenaikan harga sehingga dirinya melakukan komunikasi dengan PPK. Karena harga barang tersebut naik sehingga Munawar Lutfi menawarkan kepada PPK untuk mengembalikan dana 30 persen yang sudah dicairkannya sebagai uang muka. Namun PPK mengakatan pihaknya tidak butuh uang tetapi butuh barang, jadi kami sebagai rekanan yang menang tender masih cari-cari barangnya.

Sidang akhirnya ditunda oleh Ketua Majelis Hakim, Litfi, SH dan akan dilanjutkan Senin pekan depan dengan agenda pemeriksaan saksi-saksi lainnya.

Seperti diberitakan sebelumnya, Orageru disidangkan di PN Rote Ndao karena didakwa jaksa penuntut umum (JPU) melakukan tindak pidana korupsi dalam pengelolaan proyek pengadaan alat sterilisasi kontrasepsi Dinas KKB Kabupaten Rote Ndao tahun anggaran (TA) 2008 yang merugikan negara sebesar Rp 245 juta lebih. Perbuatan itu dilakukan Orageru bersama-sama dengan pejabat pembuat komitmen (PPK), Musa Teher, SP, Direktur CV Anugerah Timor Mandiri, Ir Munawar Lutfi selaku kontraktor dan lima orang panitia PHO. (fj)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar